Rabu, 28 September 2011

Askep IMA

ASUHAN KEPERAWATAN AKUT MIOCARD INFARK


ASUHAN KEPERAWATAN AKUT MIOCARD INFARK atau dikenal juga askep ima atau askep ami yaitu melakukan perawatan klien dengan penyakit infark miocard acut yang merupakan nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
ASUHAN KEPERAWATAN AKUT MIOCARD INFARKA. PENGERTIAN



Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.
(Brunner & Sudarth, 2002)
Infark miocard akut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. (Suyono, 1999)
B. ETIOLOGI (kasuari, 2002)
1. faktor penyebab :
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
- Faktor pembuluh darah :

? Aterosklerosis.
? Spasme
? Arteritis
- Faktor sirkulasi :
? Hipotensi
? Stenosos aurta
? insufisiensi
- Faktor darah :
? Anemia
? Hipoksemia
? polisitemia
b. Curah jantung yang meningkat :
- Aktifitas berlebihan
- Emosi
- Makan terlalu banyak
- hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
- Kerusakan miocard
- Hypertropimiocard
- Hypertensi diastolic
artikel ini ada di:http://blog.ilmukeperawatan.com
2. Faktor predisposisi :
a. faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
- usia lebih dari 40 tahun
- jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause
- hereditas
- Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b. Faktor resiko yang dapat diubah :
- Mayor :
? hiperlipidemia
? hipertensi
? Merokok
? Diabetes
? Obesitas
? Diet tinggi lemak jenuh, kalori
- Minor:
? Inaktifitas fisik
? Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
? Stress psikologis berlebihan.


C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :
1. Nyeri :
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
2. Laborat
Pemeriksaan Enzim jantung :
a. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
c. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari
3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
Skor nyeri menurut White :
0 = tidak mengalami nyeri
1 = nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas
2 = nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya aktifitas, mislnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk kepala dan lainnya.
D. PATHWAYS
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis
2. Enzim Jantung.
CPKMB, LDH, AST
3. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal hipokalemi, hiperkalemi
4. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi
5. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
6. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau kronis
7. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
8. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
9. Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.
10. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
11. Pemeriksaan pencitraan nuklir
a. Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal lokasi atau luasnya IMA
b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
12. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
13. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
14. Digital subtraksion angiografi (PSA)
Teknik yang digunakan untuk menggambarkan
15. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
16. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.
F. PENATALAKSANAAN
1. Rawat ICCU, puasa 8 jam
2. Tirah baring, posisi semi fowler.
3. Monitor EKG
4. Infus D5% 10 – 12 tetes/ menit
5. Oksigen 2 – 4 lt/menit
6. Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 – 50 mg
7. Obat sedatif : diazepam 2 – 5 mg
8. Bowel care : laksadin
9. Antikoagulan : heparin tiap 4 – 6 jam /infus
10. Diet rendah kalori dan mudah dicerna
11. Psikoterapi untuk mengurangi cemas
G. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airways
- Sumbatan atau penumpukan secret
- Wheezing atau krekles
2. Breathing
- Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
- RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
- Ronchi, krekles
- Ekspansi dada tidak penuh
- Penggunaan otot bantu nafas
3. Circulation
- Nadi lemah , tidak teratur
- Takikardi
- TD meningkat / menurun
- Edema
- Gelisah
- Akral dingin
- Kulit pucat, sianosis
- Output urine menurun
H. PENGKAJIAN SEKUNDER.
1. Aktifitas
Gejala :
- Kelemahan
- Kelelahan
- Tidak dapat tidur
- Pola hidup menetap
- Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
- Takikardi
- Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus.
Tanda :
- Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun
Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
- Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
- Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
- Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
- Friksi ; dicurigai Perikarditis
- Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
- Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
- Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3. Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
4. Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5. Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan
6. Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
7. Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
- Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
- Lokasi :
Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
- Kualitas :
“Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat .
- Intensitas :
Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
- Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia
9. Pernafasan:
Gejala :
- dispnea tanpa atau dengan kerja
- dispnea nocturnal
- batuk dengan atau tanpa produksi sputum
- riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
- peningkatan frekuensi pernafasan
- nafas sesak / kuat
- pucat, sianosis
- bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
10. Interkasi social
Gejala :
- Stress
- Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS
Tanda :
- Kesulitan istirahat dengan tenang
- Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
- Menarik diri
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri ditandai dengan :
? nyeri dada dengan / tanpa penyebaran
? wajah meringis
? gelisah
? delirium
? perubahan nadi, tekanan darah.
Tujuan :
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama di RS
Kriteria Hasil:
? Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1
? ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang
? tidak gelisah
? nadi 60-100 x / menit,
? TD 120/ 80 mmHg
Intervensi :
? Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut.
? Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
? Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, mis nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
? Pertahankan Olsigenasi dengan bikanul contohnya ( 2-4 L/ menit )
? Monitor tanda-tanda vital ( Nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.
? Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan factor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard
Tujuan :
Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
? Tidak ada edema
? Tidak ada disritmia
? Haluaran urin normal
? TTV dalam batas normal
Intervensi :
? Pertahankan tirah baring selama fase akut
? Kaji dan laporkan adanya tanda – tanda penurunan COP, TD
? Monitor haluaran urin
? Kaji dan pantau TTV tiap jam
? Kaji dan pantau EKG tiap hari
? Berikan oksigen sesuai kebutuhan
? Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
? Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis
? Berikan makanan sesuai diitnya
? Hindari valsava manuver, mengejan ( gunakan laxan )
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria ditandai dengan :
? Daerah perifer dingin
? EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
? RR lebih dari 24 x/ menit
? Kapiler refill Lebih dari 3 detik
? Nyeri dada
? Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru ( tidak selalu )
? HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg
? Nadi lebih dari 100 x/ menit
? Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan :
Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS.
Kriteria Hasil:
? Daerah perifer hangat
? tak sianosis
? gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark
? RR 16-24 x/ menit
? tak terdapat clubbing finger
? kapiler refill 3-5 detik
? nadi 60-100x / menit
? TD 120/80 mmHg
Intervensi :
? Monitor Frekuensi dan irama jantung
? Observasi perubahan status mental
? Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
? Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
? Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi
? Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit , GDA( Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan Pemberian oksigen
4. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air , peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
Tujuan :
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
? tekanan darah dalam batas normal
? tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen
? paru bersih
? berat badan ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %)
Intervensi :
? Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan
? Observasi adanya oedema dependen
? Timbang BB tiap hari
? Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler
? Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.
5. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif ) ditandai dengan :
? Dispnea berat
? Gelisah
? Sianosis
? perubahan GDA
? hipoksemia
Tujuan :
Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) setelah dilakukan tindakan keperawtan selama di RS.
Kriteria hasil :
? Tidak sesak nafas
? tidak gelisah
? GDA dalam batas Normal ( pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg )
Intervensi :
? Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan
? Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll.
? Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya , batuk, penghisapan lendir dll.
? Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
? Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah.
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
? klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien
? frekuensi jantung 60-100 x/ menit
? TD 120-80 mmHg
Intervensi :
? Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas
? Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur )
? Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
? Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah mkan.
? Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter.
7. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis
Tujuan :
cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
? Klien tampak rileks
? Klien dapat beristirahat
? TTV dalam batas normal
Intervensi :
? Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas
? Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
? Ajarkan tehnik relaksasi
? Minimalkan rangsang yang membuat stress
? Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan
? Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan suasana tenang
? Berikan support mental
? Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung / implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang akan datang , kebutuhan perubahan pola hidup ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan, terjadinya kompliksi yang dapat dicegah
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah diberi pendidikan kesehatan selama di RS
Kriteria Hasil :
? Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung , rencana pengobatan, tujuan pengobatan & efek samping / reaksi merugikan
? Menyebutkan gangguan yang memerlukan perhatian cepat.
Intervensi :
? Berikan informasi dalam bentuk belajar yang berfariasi, contoh buku, program audio/ visual, Tanya jawab dll.
? Beri penjelasan factor resiko, diet ( Rendah lemak dan rendah garam ) dan aktifitas yang berlebihan,
? Peringatan untuk menghindari paktifitas manuver valsava
? Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang bertahap contoh : jalan, kerja, rekreasi aktifitas seksual.
DAFTAR PUSTAKA
1. Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997
2. Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998
3. Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001
4. Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach. Volume 2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989)
5. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
6. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
7. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)
8. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993)
9. Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001
10. Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius ; 2000
11. Sandra M. Nettina , Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta, EGC, 2002
12. Kasuari, Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Patofisiology, Magelang, Poltekes Semarang PSIK Magelang, 2002

menangani pasien ketoasidosis diabetik


LANDASAN TEORY
DIABETIK KETOASIDOSIS


A.    DEFINISI  :
Diabetik Ketoasidosis adalah asidosis metabolik akibat akumulasi benda keton pada diabetes melitus tak terkontrol.

B.     ETIOLOGI  :
-          Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi.
-          Keadaan  sakit  atau infeksi
-          Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.

C.    TUJUAN :
   Untuk mencegah dehidrasi, kekurangan elektrolit serta asidosis  pada pasien diabetik ketoasidosis.

D.    PATOFISIOLOGI :
Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut.


E.     MANIFESTASI KLINIS :
Hiperglikemia, penglihatan kabur, poliuria dan polidipsia, kelemahan, sakit kepala , dehidrasi, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, serta nafas aseton.


F.     NILAI LABORATORIUM :
Kadar glukosa darah dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl (16,6 hingga 44,4 mmol/L).
  • Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah.
  • Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa darah yang berkisar dari 100 hingga 200 mg/dl (5,5 hingga 11,1 mmol/L), sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetik sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400 hingga 500 mg/dl (22,2 hingga 27,7 mmol/L).
  • Bukti adanya ketoasidosis dicerminkan oleh kadar Bikarbonat serum yang rendah (0 hingga 15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8 hingga 7,3).

G.    TERAPI :
Terapi ketoasidosis diabetik diarahkan pada perbaikan tiga permasalahan utama : Dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis.

H.    PENANGANAN PASIEN KETOASIDOSIS DIABETIK :
1.      Dehidrasi :
·         Pada mulanya larutan saline 0,9%NACl. diberikan dengan kecepatan yang sangat tinggi (biasanya 0,5 – 1 L/ jam selama 2 hingga 3 jam ).
·         Setelah beberapa jam pertama, larutan normal saline 45% merupakan cairan infus pilihan untuk terapi dehidrasi selama tekanan darah pasien tetap stabil dan kadar natriumnya tidak terlalu rendah.
·         Infus dengan kecepatan sedang hingga tinggi (200 – 500ml/jam) dapat dilanjutkan untuk beberapa jam berikutnya.
·         Lakukan pemeriksaan tanda – tanda vital.(termasuk memantau  perubahan ortostatik pada tekanan darah dan frekwensi jantung ).
·         Lakukan pengkajian paru dan pemantauan asupan serta haluaran cairan.

2.      Kehilangan elektrolit :
·         Lakukan pemantauan kalium  sesering mungkin.
·         Lakukan penggantian kalium dengan hati – hati serta tepat waktu .(tindakan ini penting untuk menghindari gangguan irama jantung berat yang dapat terjadi pada hipokalemia).
·         Tambahkan kalium sampai 40mEq/jam kedalam cairan infus. (pemberian kalium lewat infus harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium dalam plasma tetap normal).
·         Setelah diabetes ketoasidosis teratasi, kurangi kecepatan cairan.
·         Pembacaan hasil EKG dan pengukuran kadar kalium yang sering (pada awalnya setiap  2 hingga 4 jam sekali) diperlukan selama 8 jam pertama terapi.


3.      Asidosis
·         Lakukan pemberian insulin melalui infus dengan kecepatan lambat tapi kontinu. (misal,5 unit/jam).
·         Ukur kadar glukosa darah setiap jam.
·         Tambahkan Dekstrosa kedalam cairan infus (misalnya D5NS atau D5 45NS) bila kadar glukosa mencapai 250  - 300 mg/dl (13,8 – 16,6 mmol/L) untuk menghindari penurunan kadar gula darah yang terlalu cepat.
·         Pemberian infus insulin sebaiknya dilakukan terpisah dari larutan rehidrasi lain untuk memungkinkan pengubahan kecepatan dan isi larutan rehidrasi dengan sering.


Catatan :

-          Ketika mencampur  larutan infus insulin, kita harus terlebih dahulu mengalirkan larutan insulin   melewati seluruh set infus dan membuang  50 ml cairan  yang pertama.
-          Yang  perlu diperhatikan adalah bahwa insulin IV harus diberikan melalui infus secara berkesinambungan sampai pemberian insulin subkutan dapat  dimulai kembali.


I.       PENCEGAHAN DAN PENDIDIKAN :
-          Mengajarkan kepada pasien untuk tidak mengurangi dosis insulin ketika terjadi mual dan muntah.
-          Mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah sedikit tetapi sering.
-          Minum cairan setiap jam.
-          Kadar glukosa darah dan keton harus dikaji setiap 3 hingga 4 jam.






















DAFTAR PUSTAKA

-         Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. Edisi 8, Jakarta, EGC.
-         A. Aziz Alimul Hidayah S.kp, DKK. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Cetakan I, 2004, Jakarta, EGC.
-         Kamus saku kedokteran DORLAND

Selasa, 13 September 2011

KONSEP DASAR USIA LANJUT


KONSEP  DIRI  PADA  USIA  LANJUT

Pengertian.
Stuart dan Sundeen (1995) mengatakan bahwa konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Sedangkan menurut Beck, William dan Rawlin (1994), konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh fisikal, emosional intelektual, social, dan spiritual. Konsep diri adalah keseluruhan  pikiran dan perasaan dari individu tentang dirinya sendiri sebagai suatu obyek (Rosenberg cit. Fuller, 2000).
Stuart dan Sundeen (1995) mengkategorikan konsep diri menjadi 5 (lima) komponen, yaitu: Gambaran diri atau citra diri, ideal diri, harga diri, penampilan peran, dan identitas diri.
  1. Gambaran diri atau citra diri
Merupakan kumpulan dari sikap individu yang disadari atau tidak disadari oleh tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu dan sekarang serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi yang berkesinambungan dimodifikasi persepsi dan pengalaman baru.
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu  (Stuart dan Sundeen, 1995). Gambaran tubuh seseorang adalah penilaian dari individu tentang keadaan fisiknya termasuk dalam bagian tubuhnya yang sehat dan sakit, apakah dapat berfungsi secara normal (Driever cit. Mary, 1996). Gambaran tubuh berhubungan erat dengan  kepribadian, cara memandang individu terhadap dirinya yang mempunyai dampak yang sangat penting pada aspek psikologisnya, pandangan yang realistik terhadap dirinya, menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberikan rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri bagi individu yang stabil.
Gambaran diri, identitas dan kepribadian diri  saling ketergantungan, gambaran diri mempengaruhi perilaku karena gambaran diri tergantung   dari bagian nyata dari tubuhnya, seseorang umumnya tidak dapat beradaptasi  dengan cepat terhadap perubahan fisik dari tubuhnya.
  1. Ideal diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar  pribadi ((Stuart dan Sundeen, 1995). Ideal diri merupakan bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang  yang diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai.
Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi  berdasarkan norma social (keluarga dan budaya), dan kepada siapa ia ingin lakukan. Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak-kanak yang dipengaruhi oleh orang yang penting pada dirinya yang memberikan tuntutan dan harapan. Pada usia remaja ideal diri akan dibentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Menurut Keliat (1994) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ideal diri adalah:
a)      Kecenderungan individu menetapkan ideal diri pada batas kemampuannya.
b)      Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri, kemudian standar ini dibandingkan dengan standar kelompok teman.
c)      Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri.
Semua factor di atas mempengaruhi individu dalam menetapkan ideal diri. Ideal diri merupakan hal yang paling pokok bagi seseorang dalam menetapkan konsep dan karakteristik yang diinginkannya. Ideal diri hendaknya tidak ditetapkan terlalu tinggi tetapi masih lebih tinggi dari kemampuannya agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai.
  1. Harga diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang  dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1995). Harga diri berhubungan dengan penerimaan individu dimana ia berada (Janince, 1994). Harga diri berhubungan dengan  penerimaan individu terhadap dirinya sendiri, dan ia dihargai jika memiliki  kemampuan dan diakui oleh orang lain (Warren cit. Mary, 1996). Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi, jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah.
Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar  dalam penerimaan dirinya sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan dan kegagalan, tetap merasa sebagai orang yang penting dan berharga. Harga diri diperoleh dari diri sendiri  dan orang lain, aspek utama adalah dicintai dan menerima penghargaan dari orang lain. Harga diri akan rendah jika kehilangan rasa kasih sayang  dan penghargaan dari orang lain. Sedangkan harga diri yang rendah berhubungan dengan personal yang buruk dan terutama menonjol pada klien  yang depresi (Stuart dan Sundeen, 1995). Adapun manifestasi orang dengan harga diri rendah adalah kehilangan nafsu makan, atau kehilangan berat badan, makan yang berlebihan, konstipasi atau diare, gangguan tidur, tubuh tidak terawat, sulit dalam melakukan aktivitas baru, penurunan gairah seksual, perubahan perilaku, sedih dan cemas, perasaan terisolasi, takut dan mudah marah kepada orang lain, lebih suka menjadi pendengar dari pada berpartisipasi dengan orang lain, mengeluh nyeri dan pusing, perasaan tidak berharga lagi, membenci diri sendiri, merasa tidak dapat meraih kesuksesan, merasa tidak berarti, tidak mampu menyelesaikan masalah, berperilaku yang aneh, melihat orang lebih baik dari pada dirinya sendiri. (Driever cit. Mary, 1996).
Ada empat elemen yang dapat meningkatkan harga diri seseorang  menurut Stanwyck (cit. Oliveri, 1995), yaitu: 1) pengertian dari orang lain; 2) peran social yang diharapkan; 3) perkembangan krisi psikologi; dan 4) komunikasi dalam bentuk koping.
  1. Penampilan peran, dan
Penampilan diri merupakan serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok social. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan lain. Peran yang diterima adalah peran terpilih dan dipilih oleh individu. Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Beck. Cit. Keliat, 1994).
Setiap orang termasuk usia lanjut selalu disibukan dengan perannya  yang berhubungan dengan posisi pada setiap waktu  sepanjang kehidupan, Misalnya peran sebagai kakek-nenek, orang tua, anggota masyarakat, suami-istri  dan lain-laian. Peran-peran tersebut sangat dibutuhkan untuk mencapai aktualisasi diri seseorang. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran untuk memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri.  Adapun stressor dari peran meliputi:
a)      Konflik peran
Konfllik peran ini dialami jika peran yang diminta konflik dengan system individu atau dua peran yang konflik satu sama lainnya.
b)      Peran yang tidak jelas.
Peran yang tidak jelas bisa terjadi jika individu diberikan peran yang tidak jelas dalam hal perilaku dan penampilan yang diharapkan.
c)      Peran yang tidak sesuai
Peran yang tidak sesuai bisa terjadi jika individu dalam proses transisi merubah nilai dan sikap  contoh orang tua yang ditunjuk sebagai tokoh masyarakat (RT atau RW) yang belum pernah dialaminya.
d)     Peran berlebihan
Peran ini bisa muncul apabila terjadi jika seseorang individu menerima peran sebagai kakek, tokoh masyarakat, orang tua, ketua organisasi social dll. Dimana peran-peran tersebut tidak bisa dijalankan  dengan baik karena kondisi fisiknya.
Ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi individu dalam menyesuaikan terhadap peran, yaitu:
  1. Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran
  2. Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan.
  3. Kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang diembannya.
  4. Keselerasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
  5. Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran.
  1. Identitas diri.
Identitas diri adalah kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai satu kesatuan yan utuh (Stuart dan Sundeen, 1995). Pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertangung jawab terhadao kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu, mempunyai konotasi otonomi dan meliputi persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja.
Meier (cit. Stuart dan Sundeen, 1995) mengidentifikasi lima ciri identitas ego, yaitu:
  1. Mengenal diri sendiri sebagai organisme yang utuh dan terpisah dari orang lain.
  2. Mengakui jenis kelamin sendiri
  3. Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan.
  4. Menilai diri sendiri sesuai dengan nilai masyarakat
  5. Mempunyai tujuan yang bernilai yang dapat direalisasikan.
Dalam konsep diri tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa apabila individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari penguasaan lingkungan, konsep diri yang negative dapat dilihat  dari hubungan individu dan social yang maladaptive.  Adapun rentang respon konsep diri  dapat dilihat pada gambar 1 (satu) sebagai berikut:




Respon Adaptive                                                                         Respon maladaptive


I……………..I…………….I………………..I……………….I……………….I
Aktualisasi      Konsep diri    Harga diri               Keracunan       Depersonalisasi
Diri                  Positif             rendah                    Identitas

Gambar1: Rentang respon konsep diri

Aktualisasi diri adalah kemampuan individu untuk menunjukkan kepribadian yang sehat dengan gambaran diri yang baik, ideal diri yang sesuai dan realistic, harga diri yang tinggi, penampilan peran yang memuaskan dan identitas diri yang jelas. Konsep diri positif adalah kemampuan diri untuk berfungsi lebih efektif yang terlihat dari penguasaan lingkungan yang mempengaruhinya. Keracunan identitas adalah merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis. Depersonalisasi adalah suatu perasaan yang tidak realistis dan keasingan dari diri sendiri. Hal ini berhubungan dengan tingkat kecemasan atau panic dan kegagalan dalam pengujian realitas. Individu mengalami kesulitan untuk membedakan diri sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri terasa tidak nyata dan asing bagi dirinya.
Menurut Yani (1998) bahwa konsep diri dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu:
1.      Predisposisi
Berbagai factor penunjang terjadinya perubahan konsep diri seseorang . Faktor ini dapat dibagi sebagai berikut:
a.       Faktor yang mempengaruhi harga diri yang meliputi: penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis kegagalan yangnberulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistic.
b.      Faktor yang mempengaruhi penampilan peran  adalah stereotipik peran seks, tuntutan peran kerja dan harapan peran cultural.
c.       Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan dari struktur social.
2.      Faktor presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh situasi yang dihadapi individu dan individu tidak mampu menyesuaikan. Situasi ataut stressor dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya.
Stressor yang mempengaruhi gambaran diri  adalah: 1) hilangnya bagian tubuh; 2) tindakan operasi; 3) proses patologi penyakit; 4) perubahan struktur dan fungsi tubuh; 5) proses tumbuh kembang; dam 6) prosedur tindakan dan pengobatan.
Stressor yan mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah; 1) penolakan dan kurang pengaharagaan diri dari orang tua  dan orang yang berarti; 2) pola asuh anak yan tidak tepat; 3) persaingan antar saudara; 4) kesalahan dan kegagalan yang terulang; 5) cita-cita yang tidak tercapai; dan 6) gagal bertanggung jawab terhadap dirinya.
Sepanjang kehidupan seseorang sering mengalami transisi peran. Keliat (1994) mengidentifikasi  tiga kategori transisi peran, yaitu:
1.      Transisi perkembangan
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap perkembangan harus dilalui individu dengan meyelesaikan tugas yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan stressor bagi konsep diri.
2.      Transisi situasi
Transisi situasi terjadi sepanjan daur kehidupan seperti kelahiran dan kematian, dari sendiri kemudian menjadi berdua dengan pasangannya, atau ditinggal mati pasangannya. Perubahan-perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran, peran yang tidak jelas atau yang berlebihan.
3.      Transisi sehat-sakit
Stressor pada tubuh dapat meyebabkan gangguan gmbaran diri dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri, yaitu gambaran diri, ideal diri, identitas diri, penampilan peran, dan harga diri.
Masalah konsep diri dapat dicetuskan oleh factor psikologis, sosiologis atau fisiologis, namun yang lebih penting persepsi individu terhadap ancaman.

Sumber buku.
Yani AS. 1998. Buku saku: Keperawatan jiwa. Edisi 3. EGC. Jakarta
Keliat. AB. 1994. Gangguan konsep diri. GC. Jakarta.
Rawlin, William, and Beck. 1993. Mental health psychiatric nursing a holistic life cycle approach. Third Edition. Mosby USA

Stuart and Sundeen S.J. 1995. Principles and practice of phychiatric nursing. Sixth edition. St. Louis Mosby Year Book.