Selasa, 13 September 2011

KONSEP DASAR USIA LANJUT


KONSEP  DIRI  PADA  USIA  LANJUT

Pengertian.
Stuart dan Sundeen (1995) mengatakan bahwa konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Sedangkan menurut Beck, William dan Rawlin (1994), konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh fisikal, emosional intelektual, social, dan spiritual. Konsep diri adalah keseluruhan  pikiran dan perasaan dari individu tentang dirinya sendiri sebagai suatu obyek (Rosenberg cit. Fuller, 2000).
Stuart dan Sundeen (1995) mengkategorikan konsep diri menjadi 5 (lima) komponen, yaitu: Gambaran diri atau citra diri, ideal diri, harga diri, penampilan peran, dan identitas diri.
  1. Gambaran diri atau citra diri
Merupakan kumpulan dari sikap individu yang disadari atau tidak disadari oleh tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu dan sekarang serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi yang berkesinambungan dimodifikasi persepsi dan pengalaman baru.
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu  (Stuart dan Sundeen, 1995). Gambaran tubuh seseorang adalah penilaian dari individu tentang keadaan fisiknya termasuk dalam bagian tubuhnya yang sehat dan sakit, apakah dapat berfungsi secara normal (Driever cit. Mary, 1996). Gambaran tubuh berhubungan erat dengan  kepribadian, cara memandang individu terhadap dirinya yang mempunyai dampak yang sangat penting pada aspek psikologisnya, pandangan yang realistik terhadap dirinya, menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberikan rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri bagi individu yang stabil.
Gambaran diri, identitas dan kepribadian diri  saling ketergantungan, gambaran diri mempengaruhi perilaku karena gambaran diri tergantung   dari bagian nyata dari tubuhnya, seseorang umumnya tidak dapat beradaptasi  dengan cepat terhadap perubahan fisik dari tubuhnya.
  1. Ideal diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar  pribadi ((Stuart dan Sundeen, 1995). Ideal diri merupakan bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang  yang diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai.
Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi  berdasarkan norma social (keluarga dan budaya), dan kepada siapa ia ingin lakukan. Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak-kanak yang dipengaruhi oleh orang yang penting pada dirinya yang memberikan tuntutan dan harapan. Pada usia remaja ideal diri akan dibentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Menurut Keliat (1994) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ideal diri adalah:
a)      Kecenderungan individu menetapkan ideal diri pada batas kemampuannya.
b)      Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri, kemudian standar ini dibandingkan dengan standar kelompok teman.
c)      Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri.
Semua factor di atas mempengaruhi individu dalam menetapkan ideal diri. Ideal diri merupakan hal yang paling pokok bagi seseorang dalam menetapkan konsep dan karakteristik yang diinginkannya. Ideal diri hendaknya tidak ditetapkan terlalu tinggi tetapi masih lebih tinggi dari kemampuannya agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai.
  1. Harga diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang  dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1995). Harga diri berhubungan dengan penerimaan individu dimana ia berada (Janince, 1994). Harga diri berhubungan dengan  penerimaan individu terhadap dirinya sendiri, dan ia dihargai jika memiliki  kemampuan dan diakui oleh orang lain (Warren cit. Mary, 1996). Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi, jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah.
Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar  dalam penerimaan dirinya sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan dan kegagalan, tetap merasa sebagai orang yang penting dan berharga. Harga diri diperoleh dari diri sendiri  dan orang lain, aspek utama adalah dicintai dan menerima penghargaan dari orang lain. Harga diri akan rendah jika kehilangan rasa kasih sayang  dan penghargaan dari orang lain. Sedangkan harga diri yang rendah berhubungan dengan personal yang buruk dan terutama menonjol pada klien  yang depresi (Stuart dan Sundeen, 1995). Adapun manifestasi orang dengan harga diri rendah adalah kehilangan nafsu makan, atau kehilangan berat badan, makan yang berlebihan, konstipasi atau diare, gangguan tidur, tubuh tidak terawat, sulit dalam melakukan aktivitas baru, penurunan gairah seksual, perubahan perilaku, sedih dan cemas, perasaan terisolasi, takut dan mudah marah kepada orang lain, lebih suka menjadi pendengar dari pada berpartisipasi dengan orang lain, mengeluh nyeri dan pusing, perasaan tidak berharga lagi, membenci diri sendiri, merasa tidak dapat meraih kesuksesan, merasa tidak berarti, tidak mampu menyelesaikan masalah, berperilaku yang aneh, melihat orang lebih baik dari pada dirinya sendiri. (Driever cit. Mary, 1996).
Ada empat elemen yang dapat meningkatkan harga diri seseorang  menurut Stanwyck (cit. Oliveri, 1995), yaitu: 1) pengertian dari orang lain; 2) peran social yang diharapkan; 3) perkembangan krisi psikologi; dan 4) komunikasi dalam bentuk koping.
  1. Penampilan peran, dan
Penampilan diri merupakan serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok social. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan lain. Peran yang diterima adalah peran terpilih dan dipilih oleh individu. Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Beck. Cit. Keliat, 1994).
Setiap orang termasuk usia lanjut selalu disibukan dengan perannya  yang berhubungan dengan posisi pada setiap waktu  sepanjang kehidupan, Misalnya peran sebagai kakek-nenek, orang tua, anggota masyarakat, suami-istri  dan lain-laian. Peran-peran tersebut sangat dibutuhkan untuk mencapai aktualisasi diri seseorang. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran untuk memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri.  Adapun stressor dari peran meliputi:
a)      Konflik peran
Konfllik peran ini dialami jika peran yang diminta konflik dengan system individu atau dua peran yang konflik satu sama lainnya.
b)      Peran yang tidak jelas.
Peran yang tidak jelas bisa terjadi jika individu diberikan peran yang tidak jelas dalam hal perilaku dan penampilan yang diharapkan.
c)      Peran yang tidak sesuai
Peran yang tidak sesuai bisa terjadi jika individu dalam proses transisi merubah nilai dan sikap  contoh orang tua yang ditunjuk sebagai tokoh masyarakat (RT atau RW) yang belum pernah dialaminya.
d)     Peran berlebihan
Peran ini bisa muncul apabila terjadi jika seseorang individu menerima peran sebagai kakek, tokoh masyarakat, orang tua, ketua organisasi social dll. Dimana peran-peran tersebut tidak bisa dijalankan  dengan baik karena kondisi fisiknya.
Ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi individu dalam menyesuaikan terhadap peran, yaitu:
  1. Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran
  2. Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan.
  3. Kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang diembannya.
  4. Keselerasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
  5. Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran.
  1. Identitas diri.
Identitas diri adalah kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai satu kesatuan yan utuh (Stuart dan Sundeen, 1995). Pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertangung jawab terhadao kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu, mempunyai konotasi otonomi dan meliputi persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja.
Meier (cit. Stuart dan Sundeen, 1995) mengidentifikasi lima ciri identitas ego, yaitu:
  1. Mengenal diri sendiri sebagai organisme yang utuh dan terpisah dari orang lain.
  2. Mengakui jenis kelamin sendiri
  3. Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan.
  4. Menilai diri sendiri sesuai dengan nilai masyarakat
  5. Mempunyai tujuan yang bernilai yang dapat direalisasikan.
Dalam konsep diri tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa apabila individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari penguasaan lingkungan, konsep diri yang negative dapat dilihat  dari hubungan individu dan social yang maladaptive.  Adapun rentang respon konsep diri  dapat dilihat pada gambar 1 (satu) sebagai berikut:




Respon Adaptive                                                                         Respon maladaptive


I……………..I…………….I………………..I……………….I……………….I
Aktualisasi      Konsep diri    Harga diri               Keracunan       Depersonalisasi
Diri                  Positif             rendah                    Identitas

Gambar1: Rentang respon konsep diri

Aktualisasi diri adalah kemampuan individu untuk menunjukkan kepribadian yang sehat dengan gambaran diri yang baik, ideal diri yang sesuai dan realistic, harga diri yang tinggi, penampilan peran yang memuaskan dan identitas diri yang jelas. Konsep diri positif adalah kemampuan diri untuk berfungsi lebih efektif yang terlihat dari penguasaan lingkungan yang mempengaruhinya. Keracunan identitas adalah merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis. Depersonalisasi adalah suatu perasaan yang tidak realistis dan keasingan dari diri sendiri. Hal ini berhubungan dengan tingkat kecemasan atau panic dan kegagalan dalam pengujian realitas. Individu mengalami kesulitan untuk membedakan diri sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri terasa tidak nyata dan asing bagi dirinya.
Menurut Yani (1998) bahwa konsep diri dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu:
1.      Predisposisi
Berbagai factor penunjang terjadinya perubahan konsep diri seseorang . Faktor ini dapat dibagi sebagai berikut:
a.       Faktor yang mempengaruhi harga diri yang meliputi: penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis kegagalan yangnberulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistic.
b.      Faktor yang mempengaruhi penampilan peran  adalah stereotipik peran seks, tuntutan peran kerja dan harapan peran cultural.
c.       Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan dari struktur social.
2.      Faktor presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh situasi yang dihadapi individu dan individu tidak mampu menyesuaikan. Situasi ataut stressor dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya.
Stressor yang mempengaruhi gambaran diri  adalah: 1) hilangnya bagian tubuh; 2) tindakan operasi; 3) proses patologi penyakit; 4) perubahan struktur dan fungsi tubuh; 5) proses tumbuh kembang; dam 6) prosedur tindakan dan pengobatan.
Stressor yan mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah; 1) penolakan dan kurang pengaharagaan diri dari orang tua  dan orang yang berarti; 2) pola asuh anak yan tidak tepat; 3) persaingan antar saudara; 4) kesalahan dan kegagalan yang terulang; 5) cita-cita yang tidak tercapai; dan 6) gagal bertanggung jawab terhadap dirinya.
Sepanjang kehidupan seseorang sering mengalami transisi peran. Keliat (1994) mengidentifikasi  tiga kategori transisi peran, yaitu:
1.      Transisi perkembangan
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap perkembangan harus dilalui individu dengan meyelesaikan tugas yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan stressor bagi konsep diri.
2.      Transisi situasi
Transisi situasi terjadi sepanjan daur kehidupan seperti kelahiran dan kematian, dari sendiri kemudian menjadi berdua dengan pasangannya, atau ditinggal mati pasangannya. Perubahan-perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran, peran yang tidak jelas atau yang berlebihan.
3.      Transisi sehat-sakit
Stressor pada tubuh dapat meyebabkan gangguan gmbaran diri dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri, yaitu gambaran diri, ideal diri, identitas diri, penampilan peran, dan harga diri.
Masalah konsep diri dapat dicetuskan oleh factor psikologis, sosiologis atau fisiologis, namun yang lebih penting persepsi individu terhadap ancaman.

Sumber buku.
Yani AS. 1998. Buku saku: Keperawatan jiwa. Edisi 3. EGC. Jakarta
Keliat. AB. 1994. Gangguan konsep diri. GC. Jakarta.
Rawlin, William, and Beck. 1993. Mental health psychiatric nursing a holistic life cycle approach. Third Edition. Mosby USA

Stuart and Sundeen S.J. 1995. Principles and practice of phychiatric nursing. Sixth edition. St. Louis Mosby Year Book.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar